Ilmuwan: 4 dari 9 Batasan Bumi Sudah Dilanggar Manusia
Canberra - Dalam waktu relatif dekat, Bumi mungkin tak akan lagi
menjadi tempat yang aman bagi manusia. Para ilmuwan memprediksi, paling
cepat, hal itu bisa terjadi pada tahun 2050.
Dalam makalah yang dimuat dalam jurnal Science, 18 peneliti internasional berusaha mengukur bahaya yang dihadapi alam sebagai akibat langsung aktivitas manusia yang mempengaruhi lingkungan.
Para peneliti fokus pada konsep 9 planetary boundaries, batasan batas teoritis di mana Bumi bisa bertahan sebagai tempat tinggal kita.
Para ilmuwan menyimpulkan, 4 dari 9 batasan tersebut sudah terlampaui. Yakni, perubahan iklim (level karbondioksida di atmosfer), integritas biosfer atau biosphere integrity, perubahan tata guna lahan (dipicu deforestasi), dan perubahan sistem siklus biogeokimia -- aliran nitrogen atau fosfor yang salah satunya ada dalam pupuk ke laut.
Penulis utama sekaligus Direktur Eksekutif Australian National University Climate Change Institute, Will Steffen mengatakan, perubahan iklim dan integritas biosfer adalah masalah yang paling mendesak.
"Tak ada keraguan dalam pikiran saya: bahwa manusia mendorong Bumi keluar dari periode stabilitasnya yang telah bertahan selama 12.000 tahun," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au, Senin (19/1/2015).
"Pelanggaran terhadap batas-batas tersebut meningkatkan risiko sistem Bumi akan beralih ke kondisi yang sangat merusak bagi manusia."
Steffen menambahkan, pesatnya industrialisasi manusia sejak 1950-an telah mempercepat pelanggaran batas tersebut.
"Bumi adalah sebuah sistem yang kompleks. Dan meski tak mungkin untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan, namun jelas, bahwa cara hidup kita saat ini bisa menyebabkan kerusakan permanen," kata dia. "Manusia kini hidup dalam suhu Bumi, yang terpanas yang pernah tercatat. Saya bisa menjamin kondisi di masa depan akan lebih buruk."
Steffen menambahkan, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi manusia tak terpisahkan dalam masyarakat kontemporer, manusia harus menahan diri, menciptakan batasan dengan parameter tertentu untuk menjaga kestabilan Bumi.
Sejatinya, manusia punya alat dan teknologi untuk mengarahkan struktur sosial sehingga kita bisa mengurangi risiko tersebut. Misalnya, "dengan mengubah teknologi yang kita gunakan, mengurangi emisi dan menggunakan energi terbarukan, kita akan dapat meminimalkan risiko."
Tim akan mempresentasikan temuannya dalam seminar 7 hari di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada 21-24 Januari mendatang.
Sembilan planetary boundaries atau batasan teoritis Bumi kali pertama diidentifikasi para ilmuwan pada sebuah makalah tahun 2009. Yakni, penipisan ozon, hilangnya integritas biosfer yang mengarah pada kepunahan makhluk hidup, polusi kimia, perubahan iklim, pengasaman laut, konsumsi air tawar dan siklus hidrologi global, perubahan tata guna lahan, aliran nitrogen dan fosfor ke biosfer atau lautan, dan polusi aerosol pada atmosfer.
"Batasan itu tak bsia diibaratkan tepi sebuah tebing," kata Ray Pierrehumbert, ahli dari University of Chicago seperti dikutip dari Washington Post. "Lebih mirip seperti peringatan bahaya, seperti alat pengukur suhu tinggi pada mobil Anda."
Para ilmuwan memang belum bisa memastikan, apakah pelanggaran batas tersebut akan berdampak pada malapetaka.
Namun, ini peringatan dari mereka: "Kita tahu bahwa peradaban manusia mulai berkembang selama skala waktu geologi yang berlangsung mulai sekitar 10.000 tahun radiokarbon-- sebuah epos Holosen (Holocene) -- di bawah kondisi lingkungan yang relatif stabil. Bukan yang terjadi saat ini.
Tak ada yang tahu pasti, apa yang terjadi pada peradaban manusia jika kondisi Bumi terus berubah. Namun, para penulis di jurnal Science mengatakan, "Setidaknya, Bumi bakal makin tak ramah bagi perkembangan manusia."
Dalam makalah yang dimuat dalam jurnal Science, 18 peneliti internasional berusaha mengukur bahaya yang dihadapi alam sebagai akibat langsung aktivitas manusia yang mempengaruhi lingkungan.
Para peneliti fokus pada konsep 9 planetary boundaries, batasan batas teoritis di mana Bumi bisa bertahan sebagai tempat tinggal kita.
Para ilmuwan menyimpulkan, 4 dari 9 batasan tersebut sudah terlampaui. Yakni, perubahan iklim (level karbondioksida di atmosfer), integritas biosfer atau biosphere integrity, perubahan tata guna lahan (dipicu deforestasi), dan perubahan sistem siklus biogeokimia -- aliran nitrogen atau fosfor yang salah satunya ada dalam pupuk ke laut.
Penulis utama sekaligus Direktur Eksekutif Australian National University Climate Change Institute, Will Steffen mengatakan, perubahan iklim dan integritas biosfer adalah masalah yang paling mendesak.
"Tak ada keraguan dalam pikiran saya: bahwa manusia mendorong Bumi keluar dari periode stabilitasnya yang telah bertahan selama 12.000 tahun," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au, Senin (19/1/2015).
"Pelanggaran terhadap batas-batas tersebut meningkatkan risiko sistem Bumi akan beralih ke kondisi yang sangat merusak bagi manusia."
Steffen menambahkan, pesatnya industrialisasi manusia sejak 1950-an telah mempercepat pelanggaran batas tersebut.
"Bumi adalah sebuah sistem yang kompleks. Dan meski tak mungkin untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan, namun jelas, bahwa cara hidup kita saat ini bisa menyebabkan kerusakan permanen," kata dia. "Manusia kini hidup dalam suhu Bumi, yang terpanas yang pernah tercatat. Saya bisa menjamin kondisi di masa depan akan lebih buruk."
Steffen menambahkan, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi manusia tak terpisahkan dalam masyarakat kontemporer, manusia harus menahan diri, menciptakan batasan dengan parameter tertentu untuk menjaga kestabilan Bumi.
Sejatinya, manusia punya alat dan teknologi untuk mengarahkan struktur sosial sehingga kita bisa mengurangi risiko tersebut. Misalnya, "dengan mengubah teknologi yang kita gunakan, mengurangi emisi dan menggunakan energi terbarukan, kita akan dapat meminimalkan risiko."
Tim akan mempresentasikan temuannya dalam seminar 7 hari di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada 21-24 Januari mendatang.
Sembilan planetary boundaries atau batasan teoritis Bumi kali pertama diidentifikasi para ilmuwan pada sebuah makalah tahun 2009. Yakni, penipisan ozon, hilangnya integritas biosfer yang mengarah pada kepunahan makhluk hidup, polusi kimia, perubahan iklim, pengasaman laut, konsumsi air tawar dan siklus hidrologi global, perubahan tata guna lahan, aliran nitrogen dan fosfor ke biosfer atau lautan, dan polusi aerosol pada atmosfer.
"Batasan itu tak bsia diibaratkan tepi sebuah tebing," kata Ray Pierrehumbert, ahli dari University of Chicago seperti dikutip dari Washington Post. "Lebih mirip seperti peringatan bahaya, seperti alat pengukur suhu tinggi pada mobil Anda."
Para ilmuwan memang belum bisa memastikan, apakah pelanggaran batas tersebut akan berdampak pada malapetaka.
Namun, ini peringatan dari mereka: "Kita tahu bahwa peradaban manusia mulai berkembang selama skala waktu geologi yang berlangsung mulai sekitar 10.000 tahun radiokarbon-- sebuah epos Holosen (Holocene) -- di bawah kondisi lingkungan yang relatif stabil. Bukan yang terjadi saat ini.
Tak ada yang tahu pasti, apa yang terjadi pada peradaban manusia jika kondisi Bumi terus berubah. Namun, para penulis di jurnal Science mengatakan, "Setidaknya, Bumi bakal makin tak ramah bagi perkembangan manusia."
No comments