Satelit yang akan Jatuh ke Bumi Belum Terdeteksi LAPAN

Jakarta - Track-It milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) belum dapat memantau keberadaan satelit dengan bobot 5 ton yang akan jatuh ke Bumi pada 23 atau 24 September mendatang. Sebab ketinggian satelit ini masih di atas 200 km. Belum diketahui di mana tepatnya serpihan satelit akan jatuh.

Satelit yang akan jatuh ke bumi itu adalah Upper Atmospheric Research Satellite (UARS). Setelah melewati atmosfer Bumi, satelit ini bisa jatuh di mana saja, antara 57 derajat utara dan 57 derajat selatan ekuator.

"UARS masih agak tinggi, di atas 200 km, makanya tidak terpantau Track-It. Mungkin besok baru terpantau. Potensi bahaya untuk Indonesia bisa lebih jelas setelah esok," kata peneliti bidang matahari dan antariksa LAPAN, Abdul Rahman, dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (19/9/2011).

Jika Track-It tidak bisa juga memantau UARS, maka kesimpulan sementaranya, benda tersebut tidak berbahaya bagi Indonesia. Track-It merupakan program untuk memudahkan pemantauan pada benda buatan yang mengitari Bumi dan berpotensi jatuh bila ketinggiannya cukup rendah. LAPAN telah menggunakan program ini sejak 2009 lalu. Bagi masyarakat yang ingin memantau benda jatuh antariksa bisa mengakses http://foss.dirgantara-lapan.or.id

Menurut Abdul, karena UARS adalah satelit pemantau cuaca, maka diduga tidak ada materi yang berbahaya. Umumnya satelit pengamatan dilengkapi sensor yang bukan bagian materi berbahaya. Selain itu, satelit ini juga ditengarai tak lagi berbahan bakar. Meski demikian, warga Bumi harus tetap waspada. Jangan sembarangan mengambil puing satelit yang jatuh.

"Informasinya, satelit ini ukuran utuh saat diluncurkan adalah 300 meter bujur sangkar. Beratnya sekitar 5-6 ton sehingga cukup besar juga. Perlu diperhatikan jatuhnya benda ini tidak terkontrol. Sebab sejak 2005 benda ini sudah jadi sampah, jadi tidak bisa dikontrol," sambungnya.

Dia menambahkan, setiap satelit memiliki komponen yang kuat, tahan panas dan titik leleh tinggi. Komponen itulah yang nantinya sampai ke permukaan bumi akibat tidak habis terbakar di atmosfer.

"Untuk tahu seberapa bahayanya perlu ada analisis komponen. Butuh data detail komponen dan perlu menggunakan model juga. Kalau untuk dapat itu, biasanya laporan bisa didapat dari operator satelit," tutur Abdul.

Sejauh ini pihak NASA tidak memberikan pemberitahuan secara resmi kepada LAPAN tentang bakal jatuhnya satelit ini. Tidak ada pemberitahuan ini secara resmi kemungkinan dikarenakan Indonesia dianggap aman dari puing-puing UARS.

Sebelumnya, sekitar April 2004, LAPAN mendapatkan informasi dari Italia kala satelit yang telah lama diluncurkannya diperkirakan akan jatuh. Indonesia diperkirakan akan menjadi salah satu titik yang kejatuhan serpihan satelit.

"Indonesia masuk perkiraan karena satelit itu orbitnya semi-ekuatorial, yakni antara 0 sampai 10 derajat. Makanya LAPAN-nya Italia memberi tahu kita. Tapi untungnya puing satelitnya jatuh di lautan Pasifik," terang Abdul.

Menurut bbc.co.uk pada Jumat (16/9), para ilmuwan telah mengidentifikasi kemungkinan ada 26 serpihan yang akan jatuh setelah melewati atmosfer bumi. Serpihan satelit itu bisa menghujani area dengan luas sekitar 400-500 km.

UARS diluncurkan pada 1991 oleh pesawat ulang alik Discovery dan dinonaktifkan pada 2005. UARS ini lebih kecil daripada Skylab, satelit yang kembali memasuki atmosfer Bumi pada 1979. Skylab ini lebih berat 15 kali dari UARS. Satelit tersebut jatuh di Australia Barat, dan AS harus membayar biaya bersih-bersih pada pemerintah Australia.

detik.com

No comments

Powered by Blogger.